Saturday, June 18, 2005

memulai bertembikar

wah jadi anak arsitek itu mang susyah... banyak banget bidang-bidang lain yang bisa nyangkut... dan membuat karya tangan lain selain maket dan gambar juga banyak lho... tenks to dew...atas hadiahnya...semoga bermanfaat...
mari..


Bermain tanah liat ternyata bisa mengundang kenikmatan tersendiri. Kenikmatan itu muncul ketika seseorang berhasil menggali ekspresi dalam diri.
Dalam pengungkapan ekspresi tentu butuh derajat kebebasan yang tak terbatas. Dari situ tercipta keramik berseni tinggi. Malah, bukan cuma itu bermain tanah liat diakui bisa jadi latihan kepekaan diri.


Metoda
Belakangan, bermain tanah liat makin diminati kaum hawa. Kegiatan yang mulanya hanya digeluti industri rumah tangga ini merambah ke masyarakat biasa. Bahkan pesertanya bukan melulu orang dewasa, anak-anak pun mulai menggemari pembuatan aneka barang seperti asbak, gelas atau hiasan.
banyak orang yang susah berhadil terjadi karena kebanyakan dihinggapi kebiasaan serba instan, mau cepat bisa tanpa usaha keras. Malah, banyak juga yang tak bangga dengan hasil karyanya sendiri.
”Itu sama saja dia belum memahami arti proses,” kritik seniman keramik angkatan F. Widayanto, Hilda, Lidya, Suyatna dan Bony Surya itu. Bermain tanah liat hingga menghasilkan sebuah karya (keramik) adalah sebuah proses. Sebetulnya ini proses sederhana, memindahkan tanah liat dari bumi sampai berada di dalam ruangan. Hanya saja, dalam proses itu butuh ketekunan, kesabaran dan pengendalian emosi.
Karena sebuah proses, peserta kursus pun diberi kebebasan berkreativitas. Apa saja bisa dituangkan di sini, mau membuat benda seni atau yang ingin digunakan sehari-hari. ”Saya tak pernah membakukan keramik,” tegas seniman keramik intelektual yang aktif membawa ungkapan misi pada karya-karyanya. Itu sebabnya ia sendiri selalu mementingkan untuk menyelipkan unsur cerita di balik karya-karya keramiknya. Karyanya lebih diutamakan sebagai media ekspresi yang sekaligus indah sebagai hiasan.
metoda yang simpel. Pada tahap awal, murid akan dikenalkan pada seluk-beluk keramik dan merasakan tanah liat. Langkah berikut, mengaktifkan sepuluh jari. Disambung, pengenalan api yang diikuti melihat proses pembakaran. ”Bila cukup cepat, berikutnya teknik mengglasir.” Namun, ia menekankan pada pentingnya mengaktifkan sepuluh jari dalam bermain tanah liat. falsafah dalam bermain tanah liat bahwa keramik itu terdiri dari lima unsur alami bumi, yaitu tanah liat, api, logam, kayu dan air. Kalau semua itu diikuti, kepekaan diri terhadap lingkungan sekitar akan tumbuh.
Untuk satu bulan kursus, biasanya ”SPP” 650 ribu perak pada tiap murid. Selama 16 jam tatap muka dilakukan pertemuan efektif , termasuk praktik dan teori.

Bebas Berekspresi
Kebebasan berekspresi dalam bermain tanah liat juga dialami Liliana (37), keramikus dari Studio Keramik Teratai, Bekasi. Ketertarikannya pada dunia keramik lebih banyak dipicu dari kebebasan itu. ”Buat saya, keramik itu lebih hidup dan dalam mengungkapkan inspirasi juga lebih masuk,” tutur wanita asal Solo yang akrab disapa Lili ini.
Selama berkutat dengan media tiga dimensi ini, Lili mengaku lebih puas dalam menampilkan karakter sebuah karya seni. Dari situ, energi ekspresi diri lebih tercurah. ”Saya juga senang melukis, tapi saya merasa lebih ekspresif kalo sudah bermain tanah liat.”
Tantangan lainnya adalah kesabaran. Menurut Lili, uji kendali emosi ini menjadi sangat penting ketika sudah berhadapan dengan tanah liat. Dalam prosesnya menjadi sebuah karya keramik, tanah liat harus menjalani beberapa tahapan. Tentu saja, semua itu makan waktu. ”Justru di sinilah kesabaran seseorang diuji.”
Tanah liat yang menjadi bahan keramik harus diolah terlebih dulu. Kata Lili, bongkahan tanah liat sebelumnya direndam selama dua sampai tiga hari lalu diaduk dalam sebuah bak batu bata. Setelah jadi lumpur, proses selanjutnya penyaringan. Hasilnya tanah liat diendapkan kemudian dikeringkan sampai bisa diuleni. ”Kalau sudah, tanah liat ini bisa disimpan dalam kantong plastik dan didiamkan selama satu bulan.”
Pada saat pembentukan, kesabaran kembali diuji. Tanah liat yang sudah dibentuk dengan teknik putar, slab, coil atau cetak itu tak bisa buru-buru dinyatakan selesai. Masih ada tahap pembakaran dan pengglasiran. Pembakaran saja dilakukan dua kali, pertama pada suhu 900 derajat C dan sekitar 1.200 derajat C.
Kadangkala dari perjalanan tahapan tadi, muncul rasa kejutan-kejutan unik dalam diri. Ini yang dirasakan Evy Yonathan. Lulusan Travel & Tourism di National Business College, Virgnia USA 1994, ini mengaku amat menikmati kejutan yang dihasilkan dari pembakaran tanah liat dan pengglasiran. Ketika menunggu hasil bakaran rasanya lama sekali, ia ingin cepat-cepat melihat hasilnya. Sering terjadi kegagalan, hasilnya berbeda dengan yang direncanakan. Tak jarang, tekstur dan warna yang keluar lebih menarik, dan menghasilkan kejutan-kejutan lain yang dirasakannya sangat menarik.
Kejenuhannya pada pekerjaan yang telah digelutinya selama lima tahun, membuat Evy beralih ke keramik. Dia pun mencoba mengikuti kursus keramik, yang ternyata sangat dinikmatinya. Proses berkreasi yang bervariasi dalam pembuatan keramik sangat mengasyikkan. Ujung-ujungnya, memunculkan sensasi tersendiri dalam diri.

No comments: